Banyak sekali perang yang terjadi di Indonesia. Perang itu banyak memakan korban jiwa. Oleh karena itu, pahlawan adalah orang yang sangat berjasa untuk membela tanah air kita ini. Para pahlawan rela mengorbankan nyawa demi kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa ini.




                     Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan karena semangat perjuangan rakyat Surabaya untuk membela kota dan tanah air. Setelah munculnya maklumat (pengumuman) pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera Sang Saka Merah Putih dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia, pengibaran itu meluas hingga Surabaya. Pada tanggal 18 September 1945 tepatnya pada pukul 21.00 sekelompok orang Belanda dibawah pimpinan Mr.W.V.Ch. Ploegman mengibarkan bendera Belanda di tingkat teratas Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) di Jalan Tunjungan nomor 65, Surabaya tanpa persetujuan pemerintah Indonesia daerah Surabaya. 

         Keesokan harinya para pemuda Surabaya sangat marah karena menganggap bahwa Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, ingin mengembalikan kekuasaan di Indonesia, dan melecehkan pengibaran bendera merah putih yang dikibarkan di Indonesia termasuk Surabaya.  Tak lama setelah peristiwa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang ke Hotel Yamato yang dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda. Perundingan berlangsung lebih panas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.


Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 terjadilah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak sekali memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Soekarno untuk meredakan situasi.

Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia mereda. Walau begitupun tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dan memanas dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.



           Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan semua rakyat Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya ditempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan ke atas. Batas ultimatum adalah pukul 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.

                        Selain Bung Tomo terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung sulit, dari hari ke hari, hingga berminggu - minggu. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak teratur makin hari menjadi makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu kurang lebih tiga minggu. 



Sekitar 6,000 - 16,000 pejuang dari Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. Pertempuran  di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan karena itu Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan.

Jadi kita harus berterima kasih dan mengormati jasa semua pahlawan karena telah membela tanah air Indonesia dengan berani dan pantang menyerah. 
Cara - cara menghormati jasa pahlawan dengan :
  1. Mengikuti upacara bendera dengan sungguh - sungguh
  2. Mengunjungi makam pahlawan
  3. Menjaga tanah air kita Indonesia
  4. Mengharumkan nama Bangsa



Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Halo saya Angelita Rusli kelas 9D. Aku sekolah di SMPK Santa Agnes, Surabaya. Semoga kalian semua suka ya membuka dan membaca BLOG ku

BTemplates.com